Pemuda di Sudut Negeri

Namaku Arya Winanda, seorang anak yang terlahir dan dibesarkan oleh keluarga yang sangat sederhana di sebuah pulau paling barat Indonesia lebih tepatnya di Kepulauan Anambas. Bagi sebagian orang pulau ini terasa asing bagi mereka karena tidak sepopuler Raja Ampat. Tetapi bagiku pulau ini adalah pulau dengan sejuta keindahan di dalamnya. Airnya yang sangat jernih, biota laut yang sangat indah, di tambah lagi dengan keadaannya yang masih sangat alami. Aku adalah seorang remaja yang memiliki segudang harapan terhadap negeri ini, bagiku menjadi generasi milenial bukan hanya sekadar cerdas dan  mampu menggunakan teknologi tetapi generasi milenial itu adalah seseorang yang mampu menjaga, melindungi, dan membanggakan negerinya di era globalisasi sekarang ini. Aku memang sangat menyukai keindahan alam, itulah sebabnya aku bergabung dengan komunitas pecinta lingkungan yang ada di Pulau Anambas. Bagiku, dengan bergabung dalam komunitas ini aku bisa ikut serta menjaga kelestarian alam Pulau Anambas dan negeriku.

Belakangan ini aku merasa sedih dengan sikap para wisatawan yang berlibur ke pulau ini. Pulau Anambas memang belakangan ini terkenal di kalangan wisatawan karena keindahannya yang tidak jauh berbeda dengan Raja Ampat. Itu membuat ku senang dan sedih dalam waktu bersamaan. Senang karena akhirnya pulau ini mulai di kenal oleh masyarakat luas yang artinya kehidupan ekonomi di pulau ini lambat laun akan mulai meningkat, sedihnya adalah ketika para wisatawan yang tidak bisa menjaga kelestarian pulau ini dengan membuang sampah sembarang, yang membuat kami para anggota komunitas pecinta lingkungan setiap sore selalu melakukan kegiatan bersih sampah. Bukannya aku mengeluh karena harus membersihkannya, karena itu memang sudah menjadi tugas dan tanggung jawabku untuk menjaga pulau ini. Aku hanya merasa miris melihat keadaan di mana masa sekarang, sebagian orang telah kehilangan kesadaraannya untuk menjaga dan melestarikan negeri ini. Mereka tidak memikirkan dampak kedepannya jika ini terus menerus di lakukan di masa depan. Jika bukan kita yang menjaga negeri ini harus siapa lagi yang menjaganya.

Aku mungkin sangat jauh berbeda dengan anak remaja kebanyakan yang lebih senang menikmati masa remajanya dengan melakukan kegiatan yang kurang bermanfaat. Bagiku tidak semua masa remaja harus di habiskan untuk bersenang-senang, masih banyak sekali hal-hal yang harus di eksplore dari dalam diri supaya menghasilkan potensi yang selama ini mungkin masih terpendam. Karena sejatinya masa remaja memanglah masa untuk pencarian jati diri. Suatu hari aku bertemu dengan beberapa mahasiswa yang kebetulan sedang melakukan pengabdian masyarakat di Pulau Anambas, mereka berjumlah sekitar 5 orang. Kebetulan waktu itu aku dan beberapa anggota pecinta alam sedang bertugas berkeliling di sekitar pulau untuk memastikan bahwa tidak ada sampah berserakan. Beberapa mahasiswa itu berjalan ke arahku dan teman-temanku berdiri, salah satu dari mereka menyampaikan maksudnya untuk mengajak kami, komunitas pecinta lingkungan untuk bekerja sama membuat sebuah inovasi wisata sampah. Di situ aku bingung, wisata sampah? Apakah bisa? Apa tidak menimbulkan bau yang tidak sedap? Berbagai pertanyaan langsung terlintas di benakku, sedikit meragukan ide dari beberapa mahasiswa tersebut. Setelah diskusi dan penjelasan dari beberapa mahasiswa tentang inovasi membuat desa sampah, akhirnya aku memahami apa yang mereka pikirkan, keresahan apa yang selama ini mereka rasakan. Aku merasa malu dan kurang peka terhadap lingkungan di daerahku sendiri, merasa sedikit menyesal, mengapa tidak sedari dahulu hal tersebut terlintas di pikiranku.

Aku dan para anggota komunitas pecinta lingkungan mulai mengumpulkan sampah-sampah kering dan mulai memilah-milah sampah mana yang sekiranya bisa di daur ulang atau digunakan untuk kerajinan. Kami juga mulai menyosialisasikan ide dari para mahasiswa ini kepada warga sekitar, hitung-hitung bisa membantu mereka dalam hal finansial apalagi belakangan ini Pulau Anambas mulai banyak di kunjungi para wisatawan lokal bahkan ada beberapa wisatawan asing yang berkunjung. Para mahasiswi melakukan pendampingan kepada beberapa ibu rumah tangga, tentang cara mengolah dan membuat kerajinan dari sampah. Sedangkan aku dan anggota komunitas pecinta lingkungan dengan beberapa mahasiswa mengajak para warga untuk mengecat perahu agar terlihat lebih indah. Saat melihat para mahasiswa aku berpikir ternyata menjadi seorang mahasiswa bukan hanya untuk mendapat gelar semata, ada beban besar yang harus mereka pikul dengan sebutan mahasiswa yang melekat pada dirinya. Ada sebuah tanggung jawab untuk mengabdikan segala ilmu dan pengetahuannya bagi masyarakat, bangsa dan negara. Terkadang kita sebagai generasi muda kebanyakan menuntut tentang apa yang seharusnya kita dapatkan dari negeri ini, kita terlalu menghabiskan banyak waktu hanya untuk menuntut hak-hak kita dari negeri ini, sampai kita lupa mempertanyakan kepada diri sendiri sudahkah kita melakukan sesuatu untuk negeri ini? Sumbangsih apa yang sudah kita buat untuk menjaga dan melestarikan negeri ini. Karena yang seharusnya kita pertanyakan adalah bukan tentang seberapa banyak atau seberapa besar negeri ini memberikan sesuatu kepada kita tetapi lebih ke hal apa saja yang sudah kita buat untuk negeri ini. Sudah saatnya para generasi muda kerja nyata bukan malah berpangku tangan menikmati semua fasilitas yang ada.


Oleh: Tri Maharani Kusuma Dewi 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KOPMA Gelar Diksar Kedua di Masa Pandemi

Lembaga FOKEP Hadir Kembali Dalam Bentuk Wahana

Mengenal Bapak Iqbal Tuasikal Pendiri KOPMA UIN Sunan Kalijaga